Surtini namaku, tinggal di bumi bernama Polkadot
Gadis remaja desa anak Pak Karso
Saban hari kerjaku angon kambing milik juragan Badri
Setahun lalu rasa cintaku tertambat di hati Gimin
Pemuda kampung pedagang gorengan keliling
Lelaki itu menyatakan pula rasa sayangnya padaku
Tapi apa daya kami hanya dapat saling mencinta dalam bayang
Aku dan Gimin berbeda suku serta keyakinan
Aku dan keluargaku meyakini bintang, sedang dia juga orangtuanya yakin akan bulan
Aku dari suku buah persik dan dia srikaya
Jangankan berharap naik ke pelaminan berhias bunga sepatu, bergandeng tangan saja takut di cela
Bumi Polkadot tak mengijinkan pernikahan beda suku dan keyakinan
Saat mengikat janji suci haruslah satu paham dalam meyakini
Sambil angon kambing sering aku merenung di bawah pohon randu
Katanya kita tinggal di bumi MERDEKA... yang menghargai hak asasi setiap penghuni
Tapi mengapa aku dan Gimin tak memperoleh kemerdekaan itu?
Haruskah rasa cinta di persalahkan? sayang kami di kambing hitamkan?
Setahuku cinta tak mengenal apa dan kepada siapa
Dia datang begitu saja tanpa mampu di cegah dan di minta
Kami tak buta dalam mencinta, kalaulah cinta buta pastinya terlanggar sudah norma-norma
Mana arti kata MERDEKA, ketika kami di paksa tanggalkan salah satu keyakinan saat cincin janji suci tersemat?
Haruskah kami mengubah keyakinan hanya agar dapat mengarungi bahtera kehidupan bersama?
Semurah itukah harga keyakinan kami?
Seharga cincin bertengger di jemari
Haruskah kami berdua berubah meyakini awan yang tak di yakini siapapun…
Dan halilintar yang menikahkan, di saksikan mendung dan hujan?
Agar tak ada pihak keluarga kami yang di menangkan?
Aneh… katanya kita manusia punya hak asasi, tapi kadang kurasa hak itu hanya katanya
Aneh… kalau memang tak boleh ada pernikahan beda suku dan keyakinan di bumi Polkadot…
Mengapa si pencipta bumi itu mengadakan berbagai bentuk di alam semestanya?
Mengapa manusia di bumi polkadot punya sejarah berbeda dalam meyakini?
Pikirku… bulan, bintang, matahari, dan awan saja dapat saling melengkapi keindahan di langit
Bayanganku… cenil, klepon, parutan kelapa dan gula merah bisa saling memaniskan dalam tenggorokan walaupun tak sama rupa
Tapi… peraturan tetaplah peraturan
Aku cuma gadis remaja yang bisanya hanya berpikir tanpa berani menyuarakan..
Bahwa rasaku bagi kata MERDEKA tak SE’MERDEKA katanya
Sudahlah… biarkan saja cinta terganjal pada ke'MERDEKA’an kata
Walau airmata darah meleleh di luka hati, terpuruk merindu di bawah pohon kenari..!
Aku capek... Gimin lelah… selelah tuanya bumi Polkadot..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar